Satu
Anwar masih termangu disudut kamarnya, seusai pulang dari masjid tadi ia belum juga beranjak dari tepi tempat tidurnya, ia sedang memikirkan apa yang baru saja dialaminya siang tadi, saat ia bertemu dengan seorang wanita, seorang guru wanita tepatnya, di Sekolah dimana pak Rahmat yang juga adalah ustadz dan guru ngaji nya sejak ia kecil serta seseorang yang sudah seperti ayah bagi Anwar, Ustadz Rahmat menjadi wakil kepala sekolah di sana, Anwar berfikir tidak pernah ia merasa terkesima seperti itu saat ia bertemu dan menjumpai beberapa akhwat sebelumnya.
Terlebih dalam beberapa waktu belakangan ini, saat desakan menikah padanya semakin hari semakin menjadi, baik dari ibunya ataupun Ustadz Rahmat, yang di karenakan dalam tiga bulan kedepan ia harus berangkat ke Yaman karena selama enam bulan selanjutnya Anwar mendapatkan tugas mengajar di salah satu perguruan tinggi yang berada di Yaman, karena Anwar mendapatkan kesempatan untuk study banding dan pertukaran dosen antara perguruan tinggi tempatnya mengajar dengan salah satu perguruan tinggi di Yaman.
Memang telah ada beberapa akhwat yang mengajukan diri dan mengajaknya untuk berta’aruf dalam beberapa pekan ini, dengan kelebihan yang ia miliki, seorang Hafidz, faham tafsir Al-Qur’an dan Hadits serta ilmu fiqh, dan ditunjang dengan wajah yang cukup menarik serta penghasilan yang sudah cukup mapan, tentu saja hal ini membuat tak sedikit akhwat yang menaruh simpati kepadanya, namun Anwar selalu saja menolak dan tidak menghiraukannya, itu dikarenakan tidak ada suatu hal yang membuat Anwar tertarik dan terkesima pada beberapa akhwat tersebut.
Namun berbeda halnya saat ia bertemu dengan Asma, sosok wanita itu mampu membuat Anwar begitu merasa simpatik dan terkesima, saat tidak sengaja ia melihat Asma sedang mengajar di ruangan kelas ketika Anwar sedang berjalan menuju ruangan Ustadz Rahmat, Anwar melihat dengan keceriaannya saat mengajar sosok Asma memancarkan kekuatan terpendam dari dalam dirinya, terlebih saat Ustadz Rahmat bercerita panjang lebar kepadanya tentang masa lalu dan latar belakang Asma, membuat Anwar semakin kagum akan sosok perempuan itu.
Awalnya Anwar hanya bertanya kepada Ustadz Rahmat mengenai guru baru yang mengajar di kelas 3 itu, karena sebelumnya kurang lebih 4 bulan yang lalu saat terakhir kali ia datang ke Sekolah itu, Anwar belum pernah bertemu dengan guru tersebut yang ternyata memiliki nama lengkap Asma Nur Sya’Idah, namun Ustadz Rahmat justru malah menceritakan banyak hal mengenai keidupan Asma, Ustadz Rahmat menyampaikan bahwa Asma adalah seorang gadis yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis, ayah Asma adalah seorang Mualaf, namun paska ibu Asma meninggal setahun kemudian ayah Asma menikah lagi dengan seorang wanita beragama Nasrani.
Dan hal yang disayangkan Asma adalah saat ayah Asma menikah dengan wanita itu, bukannya ayah Asma mengajak calon istrinya untuk memeluk Islam, tapi malah ayah Asma yang kembali ke agama awalnya yaitu Nasrani, selain itu ayah Asma juga memaksa Asma untuk ikut memeluk agama Nasrani, hal ini tentu saja tak mampu diterima oleh Asma, Asma yang sejak kecil selalu diajarkan mengaji dan membaca Al-Qur’an oleh ibunya, sedikit banyak ia memahami bahwa hanya Islam lah satu-satunya agama yang di Ridhai dan diterima oleh Allah.
Pernikahan ayah nya dengan wanita Nasrani tersebut, dan Murtadnya ayah Asma dari Islam, serta paksaan ayah Asma agar Asma ikut memeluk Nasrani, menimbulkan luka yang semakin mendalam di hati Asma, setelah sebelumnya ia juga harus kehilangan ibunya seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Asma mencoba bertahan dalam kondisi tersebut, pelan-pelan mencoba menjelaskan kepada ayahnya bahwa ia akan tetap pada prinsip dan keyakinan agama nya yakni Islam, namun sang ayah tetap saja memaksa, hingga pada suatu hari Asma memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninngalkan ayah kandungnya.
Ustadz Rahmat juga mengatakan pada Anwar, setelah pergi dari rumah nya Asma berusaha untuk bertahan hidup dengan usaha dan perjuangannya sendiri, Asma juga tetap berjuang untuk tetap bisa menyelesaikan kuliah nya, dengan apapun kondisi dan resiko yang harus di jalani nya. Beruntung saat Asma pergi dari rumah ia bertemu dengan Ustadzah Halimah yang tak lain adalah teman dari istrinya Ustadz Rahmat, sejak saat itu Asma tinggal di kontrakannya Ustadzah Halimah dan selama ia di sana Asma pun belajar mengaji dan memperdalam pemahamannya akan Islam dari Ustadzah Halimah.
“Asma itu betul-betul gadis yang luar biasa menurut ana akhi, karena ia mampu begitu sabar dan begitu tegar menghadapi segala ujian yang sedang dihadapinya, mempertahankan Izzah dan Aqidah Nya. Subhanallah, sungguh maha Berkuasanya Allah atas segala apapun, yang telah memberikan Hidayah kepada Asma di balik segala kesulitannya.”
Kata-kata Ustadz Rahmat terus-menerus mendengung di fikiran Anwar, dan segala hal yang Ustadz Rahmat ceritakan tentang Asma pun terus menerus mengiang-ngiang di benak nya termasuk gambaran sosok Asma saat ia sedang mengajar di dalam kelas yang masih begitu melekat di fikiran Amwar.
“Astagfirullah,,, ada apa ini ya Allah, aku gak boleh memikirkan hal yang bukan-bukan terlebih kepada seorang akhwat,” bisik hati nya.
Anwar termenung fikirannya jauh melayang, ia berusaha untuk memaknai dan mengkaji sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud Radiallah Anhu, “Bahwa jika kita menaruh hati dan memiliki kecenderungan kepada seseorang, ingatlah kejelekan-kejelekannya, ingat kembali sisi kemanusiaan orang tersebut, dengan begitu kita putus rantai Tazyin (menghias-hias) dari syaitan, sebagai bentuk penjagaan hati, dan harus diingat Allah harus lebih utama dan prioritas dibandingkan apapun.” Namun semakin Anwar mencoba untuk melupakan semua kejadian dan cerita Ustadz Rahmat tadi siang, malah semakin begitu jelas terbersit di fikiran nya bayangan tentang Asma.
“tok, tok, tok….”
Suara ketukan pintu kamar Anwar, membuatnya terkejut dan tersada dari lamunannya.
“Abang, abang ada di dalam ? Bentar lagi mau Isya, abang gak ke Masjid ?”
Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Yasmin adik perempuan Anwar, teriakannya begitu khas dan salah satu hal yang membuat ia selalu rindu untuk bisa selalu pulang dan bertemu dengan adik satu-satunya itu. Anwar berjalan membuka pintu kamar nya dan menghampiri Yasmin adiknya.
“iya dek, ini abang udah siap, kamu mau ikut ke Masjid bareng abang ?”
“gak ah, Yasmin nemenin Ummu aja di Rumah, sholat jamaahnya sama Ummu aja, o,iya, abang dari tadi di dalam kamar ? kok ga ada suaranya sih ?? hayoo lagi ngagapain di kamar sendirian ? Dari tadi dicariin sama Ummu juga…”
“shuuutt,,, anak kecil jangan berisik udah kamu balik ke kamar aja sana.”
“iih,,, abang orang di tanya serius juga.”
“ya sudah abang pergi ke Masjid dulu dek, Assalamua’laikum.”
“Wa’laikum Salam Warahmatullah”
Anwar berjalan menuju masjid At-Taqwa yang berada didepan gang yang tak jauh dari rumah nya,,, Subhallah,, angin malam yang begitu sejuk serta keindahan langit desa Pancoran Mas terasa begitu terang, membuat nya bertasbih memuji Tuhannya yang telah menciptakan segala keindahan, dengan sedikit melantunkan dan memuraja’ah kembali beberapa ayat Al-Qur’an ia melanjutkan perjalanan nya ke Masjid, setibanya Anwar di Masjid ternyata sudah banyak jamaah lain yang datang, ia begitu bersyukur bisa tumbuh dan menjalani usia muda nya di sebuah kota yang banyak orang bilang katanya memiliki kader Muslim terbanyak di Indonesia dan di dunia, (hee….) ya,,, meskipun itu tak sepenuhnya berlaku di lingkungan Rt ku, gumamnya, karena masih banyak pemuda disini yang lebih suka nongkrong-nongkrong gak jelas dibandingkan harus pergi ke Masjid untuk Shalat berjamaah.
*****
Hari senin keesokannya, Ustadz Rahmat meminta Anwar untuk menemui beliau di rumahnya pukul 5 sore, setelah menyelesaikan semua pekerjaan nya di tempat kerja Anwar langsung segera bergegas menuju Depok, huft,,, seperti biasa kawasan jalur Margonda selalu saja padat dengan kendaraan, terkadang Anwar berfikir semakin lama Depok semakin mirip dengan Jakarata, macet dan penuh dengan polusi, masya Allah. Selama perjalanan ia terus berfikir mengenai hal apa yang akan disampaikan oleh Ustadz Rahmat, sepertinya ada suatu hal penting yang akan beliau sampaikan, karena jika tidak tak mungkin sampai beliau meminta untuk bertemu dengannya secara mendadak dan begitu mendesak, ‘semoga bukan hal yang buruk,’ gumam hati nya.
Pukul 17.15 Anwar tiba di rumah Ustadz Rahmat, yah,,, telat 15 menit nih aku, semoga Ustadz tidak marah padaku, gumam nya.
“Assalamua’laikum…”
“Wa a’laikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh, masuk akh, ana udah nunggu antum dari tadi.”
“Afwan Ustadz ana telat, tadi lagi banyak kerjaan di tempat kerja.”
“tak apa akhi, ana fahim, gimana kerjaan antum lancar ?”
“Alhamdulillah Ustadz, Insya Allah semua lancar-lancar saja Ustadz.”
“Alhamdulillah kalo gitu, kalo persiapan ke Yamannya gimana ? sudah dapat calon untuk ‘teman’ berangkat nya ?”
“hmm,,, persiapan ke Yaman nya sihh Insya Allah hampir rampung, tapi kalo untuk ‘teman’ berangkatnya masih belum ada yang cocok Ustadz.”
“Antum ini gimana sih akh, cukup banyak akhwat yang tertarik sama antum, bahkan sudah ada yang berani mengajukan ta’aruf duluan ke antum, tapi antumnya cuek aja dan gak ada respon, memangnya akhwat seperti apa yang antum cari akhi ? jangan pilih-pilih lah dan jangan muluk-muluk juga.”
“Karena ana gak ingin yang muluk-muluk Ustadz, jadi ana belum bisa menerima tawaran ta’aruf dari beberapa akhwat itu”
“memangnya kenapa akhi, apa ada yang salah dengan akhwat-akhwat itu ? Pemahaman agama mereka Insya Allah baik, beberapa dari mereka adalah anak dari kader Muslim yang tidak perlu di ragukan lagi kapabilitasnya, ada dari mereka yang juga sudah hafizhah, ada yang aktiv di beberapa organisasi dan lembaga dakwah, ada yang memiliki banyak kelompok halaqah dan binaan, ada yang kehidupan ekonominya baik, lalu apa yang membuat antum ragu pada mereka akhi ?”
“Sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa yang ana khawatirkan ya Ustadz, ana tau mereka adalah mujahidah-muahidah yang sangat luar biasa, namun karena terlalu luar biasa itu yang membuat ana khawatir, ana khawatir jika mereka menikah dengan ana, mereka tidak lagi menjadi akhwat-akhwat yang luar biasa.”
“ana semakin tidak mengerti apa yang antum maksudkan akhi.”
Sejenak Anwar memandang wajah Ustadz Rahmat yang memang terlihat sedikit bingung dengan apa yang ia maksudkan, ia merasakan binar ketulusan dan kehangatan dari tatapan beliau, tatapan yang lebih dari sekedar tatapan seorang Ustadz yang perhatian kepada muridnya tapi lebih dari itu bagi Anwar Ustadz Rahmat sudah seperti ayah kandung baginya, karena memang hanya dari beliau lah mendapatkan sosok panutan dan figur seorang ayah, setelah abah nya meninggal saat ia masih duduk di kelas 2 Madrasah.
‘Maafkan aku Ustadz aku jadi membuat Ustadz tambah sulit dengan persiapan keberangkatan ku ke Yaman dan persiapan pernikahan ku.’ Ucapnya didalam hati.
“Mungkin Ustadz bingung dengan apa yang ana maksud, toyyib akan ana jelaskan kalau begitu, ana tak berharap muluk dan ana tak berharap banyak mengenai keriteria calon istri ana, ana hanya mengharapkan seorang Muslimah yang taat dan terjaga, memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, tawadhu, sederhana dan bisa memahmi ana apa adanya.”
“bukankah Insya Allah mereka memiliki itu semua akhi ?”
“na’am ya Ustadz…”
“lalu ??....”
“bagi ana calon istri ana tidak masalah jika ia bukan dari keluarga yang memang memiliki pemahaman agama yang baik atau dari keluarga kader Muslim, karena yang akan ana nikahi adalah dirinya bukan hanya keluarganya, dan mungkin hal itu bisa menjadi ladang amal bagi ana, dengan membantu istri ana mengingatkan dan menyampaikan kebaikan kepada keluarganya, jadi tidak masalah kalau calon istri ana bukan dari keluarga kader Muslim atau keluarga Ustadz, selain itu bagi ana juga tidak masalah jika calon istri ana bukan seorang yang terlalu aktiv di banyak lembaga dakwah dan mungkin lebih baik ia adalah seseorang yang memang tidak terlau banyak aktiv di organisasi, karena dengan begitu ia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk mengurus rumah dan anak-anak ana, namun juga bukan berarti ana tidak menginginkan istri ana memiliki kegiatan atau membatasi nya terutama dalam kegiatan yang memang demi kebaikan, dan bagi ana tidak masalah jika ia pun belum seorang hafizhah karena mungkin Insya Allah ana akan bisa membimbingnya dan kita bersama-sama untuk bisa meningkatkan hafalan dan memuraja’ah.”
Pembicaraan Anwar dan Ustadz Rahmat terhenti sejenak karena tiba-tiba muncul istri Ustadz Rahmat bersama Ustadzah Halimah dan Asma dari dalam rumah Ustadz Rahmat.
“Abi, Ustadzah Halimah sama Asma nya mau pamit pulang nih, eh ada nak Anwar, sudah lama nak ?”
“Anwar baru datang kok mi biasa lagi konsul, sudah selesai urusan keakhwatannya mi ?”
“Sudah Bi, memang belum dapat juga yang cocok nak Anwar ?”
Pertanyaan istri Ustadz Rahmat cukup membuat ku kikuk, terlebih saat ini ada Asma dan Ustadzah Halimah.
“Nak Asma sudah kenal belum sama nak Anwar ?”
Istri Ustadz Rahmat menanyakan tentang nya kepada Asma dan hal itu membuat Anwar jadi merasa semakin gelisah, ‘ya Allah semoga mereka semua tidak menyadari kegelisahan ku, malu sangad kalau sampai mereka mengetahui kalo aku gugup..’ gumamnya.
“owh,,, ini yang namanya mas Anwar, kalo denger sih udah sering Umi, karena Ustadz Rahmat sering cerita ke aku tentang Mas.Anwar, tapi kalo ketemu ya baru sekarang ini.”
“hayoo abi diem-diem suka cerita- apa ke Asma ?”
“Ya sudah, sudah sore nih saya sama Asma pamit dulu, mari Asma kita pulang”
“baik Ustadzah.”
“Assalamua’laikum”
“Wa’alaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh.”
‘Fuh,,, untungnya Ustadzah Halimah segera mengambil inisiatif untuk pamit dan mengakhiri pembicaraan yang bagi ku sangat tidak mengenakan dan cukup membuat ku gugup, mmm,,, tadi Asma sempat bilang bahwa Ustadz Rahmat suka cerita sesuatu tentang aku ke dia, hadooh,,,, kira-kira Ustadz Rahmat cerita apa ya ??’ bisik Anwar didalam hatinya.
Terdorong rasa penasarannya akhirnya Anwar menyampaikan isi kepalanya kepada Ustadz Rahmat
“hmm,,, afwan Ustadz, ana boleh tanya ?”
“Tafadhol akhi, antum mau tanya apa ?”
“Tadi Asma bilang kalo Ustadz suka cerita sesuatu tentang ana ke dia, memangnya Ustadz cerita apa ?”
“owh,,, yang itu, bukan apa-apa kok akh, ana cuma bilang, kalo ana punya murid yang sudah seperti anak ana, yang sebentar lagi mau ke Yaman, Asma itu gadis yang sangadh hebat akh, o,iya kemaren ana lupa menyampaikan, kalo Asma itu yatim piatu, ayah dan ibu tirinya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat 2 tahun setelah ia menikah dengan istri baru nya.”
“berarti ayah Asma meninggal dalam keadaan Nasrani Ustadz ??”
Tanya nya dengan penuh antusias dan keterkejutan.
“ya begitulah Akh, dan itulah salah satu hal yang membuat ia begitu terpukul, namun mahasuci Allah di dalam kesedihannya Asma masih kuat dan justru ia bangkit menjadi seorang Muslimah yang luar biasa.”
“ngomong-ngomong, sudah berapa lama Asma mengaji pada Ustadzah Halimah Ustadz ?”
“kira-kira empat tahunan akh, pokoknya, semenjak ia tinggal di kontrakan Ustadzah Halimah dia berubah menjadi seorang Muslimah yang Istiqammah diatas jalan ini, Ustadzah Halimah pun sangat sayang pada Asma, terlebih,,, antum tau kan kalo Ustadzah tidak memiliki anak perempuan dan kesemua anaknya telah berkeluarga. Kenapa Akh, kok tiba-tiba antum semangat banget nanyain Asma nya ?”
“ahh,, enggak kok Ustadz, biasa aja.”
“selain mengajar, Asma juga penulis lho, dia bisa menyelesaikan kuliah dan membiayai hidup nya dari hasil royalti tulisan yang ia buat.”
Maha Suci Allah yang telah menciptakan seluruh alam semesta, dengan segala keindahannya, begitu indahnya sehingga Ia mampu menciptakan sosok setegar dan sekuat Asma, ‘ya Allah apa yang sesungguhnya tejadi pada ku apa yang sesungguhnya aku rasakan untuk Asma ? berikan aku petunjuk ya Rabb, rasa cintakah yang ku rasakan padanya ? Jika bukan namun kenapa hati ku bergetar setiap kali aku mengingatnya dan setiap mendengar namanya, serta begitu gugupnya aku ketika ia berada di dekat ku,’ pertanyaan dan kebimbangan itu selalu menyelimuti hati dan fikiran Anwar, ia bingung dengan apa yamg ia rasakan, dan dalam segala kegelisahannya ia hanya mampu bersimpuh dan mengadu pada Rabb nya
‘Allahumma ya Rabb, karena Mu jika memang ia adalah jodoh yang Engkau persiapkan untukku dekatkan dan permudahkan lah, namun jika tidak namun jika tidak jauhkan lah ia dari ku, dan hapuskan perasaan ini ya Allah, aku yakin Engkau Maha mengetahui dan Engkau lebih tahu yang terbaik untuk hamba Mu, dan aku yakin sesungguhnya Engkau memiliki rencana yang indah untuk ku.’
Anwar terus berusaha untuk kembali meluruskan hati dan perasaan nya, ia tak ingin perasaan kagum nya pada Asma, mengalihkan niat nya dan menghapuskan segala amal baik nya, namun ia tetap bingung dengan semua ini. Sepanjang perjalanan menuju rumah tak henti-hentinya Anwar berfikir dan ia baru tersadar seperti nya Ustadz Rahmat belum menyampaikan apa yang ingin beliau sampaikan kepada nya, disebabkan pembicaraan nya dengan Ustadz Rahmat terpotong karena tiba-tiba kedatangan istri Ustadz Rahmat, Ustadzah Halimah dan Asma, ‘ya sudah lah nanti saja aku coba hubungi beliau lewat telpon,’ gumam Anwar.
Langit Depok senja ini terasa bagitu muram, semuram perasaan Anwar yang tak menentu. ‘Hmmm,,,’ desah hatinya menghempaskan segala kebimbangan yang ia rasakan, sepulang dari rumah Ustadz Rahmat Anwar berusaha merenungi semua hal yang telah ia lewati dan memohon petunjuk kepada Dzat yang telah menciptakan nya ke muka bumi.
*****