Sabtu, 22 Mei 2010

Sebuah Kisah yang Belum Berjudul…


Tiga


Di sisi lain, selepas waktu subuh, setelah selesai shalat berjama’ah bersama Ustadzah Halimah, Asma kembali ke kamarnya, untuk tilawah dan mentadaburi Firman Allah yang terkandung dalam ayat-ayat Nya yang suci yang menjadi Sumber hukum Islam, pedoman dan petunjuk bagi kaum Muslimin dan orang-orang beriman. Pagi itu, tak seperti biasanya. Ustadzah Halimah datang ke kamar Asma, unuk menemui Asma dan menyampaikan suatu hal kepadanya. Asma sedikit terkejut dengan kedatangan Ustadzah Halimah ke kamarnya, karena tak seperti biasanya beliau menemui Asma di waktu subuh, karena biasanya Ustadzah Halimah selalu menemui Asma dan menanyakan kabarnya selepas waktu Isya.


Asma memepersilahkan Ustadzah Halimah masuk, dan bertanya apa gerangan yang mendorong Ustadzah Halimah bertemu dengannya di pagi buta seperti ini, ada suatu hal yang penting nampaknya. Sesaat suasana begitu hening karena tak ada suara diantara Asma dan Ustadzah, Asma hanya mampu terdiam, menunduk dan sesekali menatap serta tersenyum melihat sosok Ustadzah yang ada dihadapannya, baginya Ustadzah Halimah sudah seperti ibu kandungnya, dari Ustadzah Halimah Asma mampu mendapatkan kehangatan dan kasih sayang serta perhatian seorang ibu yang selama ini telah hilang dari nya, setelah ibu Asma meninggal saat Asma memasuki awal tahun kedua kuliahnya. Keheningan itu berakhir sampai Ustadzah Halimah tersenyum kepada Asma dan menyampaikan sebuah pertanyaan kepadanya.


“Asma anakku, anti tahu, bagi ku engkau sudah seperti putri ku sendiri, semua yang menjadi urusan mu adalah juga urusan ku, semua yang berkaitan dengan mu juga menjadi tanggung jawab bagi ku, anti mengerti maksud ana ukh ?”


“ya ustadzah Asma tahu Ustadzah begitu baik dan sayang pada Asma, terimakasih atas perhatian dan kasih sayang yang telah Ustadzah berikan hampir lima tahun ini, apa jadinya Asma seandainya tidak bertemu dengan Ustadzah saat itu, Asma pun sudah menyayangi Ustadzah seperti ibu Asma sendiri, namun maaf Ustadzah Asma belum mengerti maksud dari ucapan Ustadzah ?”


“Begini anakku, telah cukup rasanya ana menyampaikan dan mempertanyakan hal ini ke anti, karena mengingat usia anti yang hampir memasuki 24 tahun, belum terfikirkah anti untuk segera beribadath dalam menggenapkan Dien ?”


“Menggenapkan Dien ? maksud Ustadzah menikah ?”

“iya Asma…”


“hmm,,,, bagaimana ya ?? keinginan untuk ke sana pasti ada, tapi…”


“tapi kenapa anakku ?”


“memangnya siapa yang mau menikahi wanita seperti saya usatdzah, yang Cuma lulusan sarjana pendidikan, sekarang Cuma jadi guru sekolah Dasar, dan asal-usulnya pun tak jelas, ikhwan mana yang bersedia mempersunting akhwat seperti saya, bahasa arab saja tidak bisa dan hafalan pun hanya sekedarnya.”


“Anti tidak boleh merendah seperti itu ukh, karena sesungguhnya Allah menciptakan segalanya dalam berpasang-pasangan dan Allah telah menetapkan dan mempersiapkan pasangan dari setiap hamba Nya dari sejak ia lahir. Namun bukan berarti Allah akan memberikannya begitu saja tanpa ada Ikhtiar dan kesungguha dari hamba Nya.”


Ucap ustadzah Halima pada Asma seraya memandangnya dengan penuh kehangatan, Asma terdiam dan kemudian tersenyum kepada ustadzah Halimah sebagai tanda bahwa ia memahami apa yang baru saja beliau sampaikan


“Iya Ustadzah Asma fahim, maafkan ucapan Asma yang barusan, ya sudah Asma serahkan semua nya pada Ustadzah saja, Asma yakin dan percaya Ustadzah lebih banyak tau tentang pernikahan jadi Asma yakin Ustadzah lebih tau mana yang terbaik untuk Asma.”


“Baiklah anakku, tapi jika ana boleh bertanya, tak ada kah seseorang yang telah mencuri perhatian mu selama beberapa saat ini ? atau mungkin telah adakah seseorang yang anti yakini mampu menjadi Qawwam yang baik buat anti ?”


Mendengar yang diucapkan oeh Ustadzah Halimah membuat Asma hanya mampu terdiam, ia tidak tahu apa ia sudah menemukan seseorang yang tepat untuk menjadi Imam bagi dirinya dan Asma pun belum yakin apakah ia telah memiliki perasaan khusus kepada seorang ikhwan selama beberapa waktu ini. Asma hanya tahu bahwa ia begitu senang setiap kali Ustadz Rahmat bercerita kepadanya mengenai Anwar, tentang prestasinya, keluarganya sampai mengenai rencana keberangkatan Anwar ke Yaman.


Namun Asma hanya diam dan terus terdiam tanpa pernah memikirkan arti dari rasa senangnya itu, dan membiarkannya hanya menjadi sebuah warna dari sebuah rasa hati. Meski demikian sempat terlintas dibenaknya betapa beruntungnya wanita yang dapat bersanding dengan Anwar, di matanya sosok Anwar adalah seseorang yang begitu luarbiasa, dan itu terbukti dengan begitu banyaknya akhwat yang berani mengajukan diri untuk bisa ta’aruf dengan Anwar, dan tanpa sadar ia berkata dalam diamnya


’sungguh tak mungkin aku mampu bersanding dengannya, mas Anwar berhak mendapatkan wanita yang luarbiasa, seorang hafizah mungkin, yang bahasa arabnya lancar dan mujahidah yang tangguh serta militant, bukan wanita seperti diriku, ya Allah,,, Asma, Asma,, telalu jauh aku untuk bisa menggapainya,’


“anti kok bengong Asma ???”


“ehh,, anu,,, enggak kok Ustadzah, aku Cuma sedang berfikir aja.”


“berfikir tentang apa anakku ?”


“bukan apa-apa Ustadzah Cuma sesuatu yang gak penting kok, ya sudah semuanya Asma serahkan ke Ustadzah saja, Asma tsiqah sama Ustadzah.”


“ya sudah kalau begitu, o,iya satu lagi Asma, ana boleh minta tolong sesuatu Asma ?”


“Minta tolong apa Ustadzah, kalo Asma bisa insya Allah akan Asma lakukan.”


“anti tahu kan bagi ana, anti sudah seperti anak perempuan ana selama hampir 5 tahun ini, jadi bersdiakah anti mengubah panggilan anti ke ana dengan panggilan umi ???”


Lagi-lagi Asma hanya mampu terdiam dan ia terkejut mendengar apa yang baru saja ustadzah Halimah katakana.


“Subahnallah,,, Maha suci Allah dan segala puji hanya milik Nya, tentu saja Ustadzah, maksud Asma umi, tentu saja umi, dengan senang hati Asma akan memanggil umi dengan sebutan umi, panggilan yang sebenarnya ingin Asma berikan pada umi sejak lama, karena bagi Asma umi sudah seperti umi Asma sendiri.”


“ya Asma, umi juga sayang sekali pada Asma, kehadiran mu melengkapi indahnya hidup umi, mungkin Asma lah jawaban dari segala do’a umi selama ini, mungkin memang Allah tidak mengkaruniakan seorang anak perempuan dari rahim umi, tapi Ia mengirimmu sebagai jawaban dari permohonan ku.”


“terimakasih ya Allah karena Engkau memberikan wanita baik dan shalehah untuk menjadi umi bagi ku.”


“yaa,,, Umi juga bersyukur kepada Allah, karena selam 5 tahun ini Alla telah menghadirkan dan mengirimkan, seorang gadis cantik, baik, shalihah dan begitu tegar untuk menjadi anak perempuan ku, o,iya nak, mulai sekarang kamu tidak usah bayar uang sewa kontrakan ke umi, pakai saja uangnya untuk keperluan pribadi mu”


“yang benar umi ? Tapi tidak bisa seperti itu umi, Asma tidak ingin tinggal disini jadi seperti menumpang.”


“iya Asma tak apa, anti jangan berkata seperti itu, anti kan sudah jadi anak umi sekarang.”


“baiklah umi, tapi Asma mohon, umi jangan menolak jika sesekali Asma ingin memberikan sesuatu atau sedikit untuk umi dari hasil mengajar Asma.”


“baik nak.”


Ustadzah Halimah memeluk Asma dan mereka pun larut dalam keharuan, Asma yang memang telah lama merindukan kehangatan dan pelukan seorang ibu, kerinduannya kini terbayar sudah dengan pelukan dan ketulusan Ustadzah Halimah. Dan pagi itu terasa begitu indah dan cerah buat Asma, ia begitu bersemangat untuk menjalani harinya dan dengan penuh ghairah ia segera berangkat menuju sekolah tempatnya mengajar, ia terus menerus tersenyum sepanjang jalan tak pernah ia merasa sebahagia dan segembira ini sebelumya selama hampir 5 tahun terakhir.


*****


Namun Asma terperanjak seketika ia berjalan melintasi sebuah tikungan menuju rumah Anwar, Asma melihat ada seorang wanita paruh baya yang sedang terduduk merintih kesakitan, seperti habis terjatuh nampaknya, lalu dengan segera Asma menghampriri wanita itu untuk melihat keadaannya, dan saat Asma sudah berada didekat wanita itu, ‘masya Allah’ ia merasa begitu shock dan kaget, karena wanita yang sedang kesakitan itu adalah ummu Anwar dengan segera Asma membantu Ummu berdiri dan memapahnya untuk berjalan menuju rumahnya, setibanya dirumah Anwar, Asma merebahkan Ummu Anwar ke tempat tidurnya, lalu ia pergi ke dapur untuk mengambil segelas air untuk ummu Anwar agar perasaannya menjadi lebih rileks dan tenang.


Setelah ummu merasa lebih baik, Asma bertanya kepada ummu Anwar apa yang sesungguhnya terjadi padanya, lalu Ummu menjelaskan bahwa sendi pergelangan kakinya tiba-tiba terasa sakit dan ia tak sanggup untuk berdiri karenanya ia terduduk di jalan, sambil mendengarkan cerita ummu Anwar, Asma memberi kabar kepada Ustadzah Halimah dan Yasmin mengenai apa yang terjadi dengan ummu, namun ternyata usatdzah Halimah sedang berada di pasar untuk membeli beberapa keperluan untuk acara baksos Ahad nanti, dan Yasmin telah izin selama tiga hari sama ummunya dan Anwar karena ia ada sedikit keperluan berkenaan dengan tugas skripsinya.


Yasmin yang mendengar kabar berita mengenai ummunya yang sakit tentu saja jadi merasa cemas dan khawatir, namun ia tak mungkin bisa kembali pulang dan tiba di rumah saat ini juga, sedangkan Anwar, Asma berfikir sebaiknya ia tak memberi tahu Anwar terlebih dahulu, karena ia tak ingin Anwar menjadi khawatir dan mengganggu pekerjaannya, akhirnya ia menghubungi Ustadz Rahmat dan menceritakan apa yang terjadi dan Asma memohon izin untuk tidak masuk mengajar hari ini, karena ia harus menjaga ummu Anwar karena tidak mungkin Asma tega meninggalkan Ummu Anwar sendirian dengan kondisi nya seperti ini.


Asma bertanya kepada ummu Anwar apa yang biasanya dilakukan saat persendiannya terasa sakit, dan ummu berkata pada Asma bahwa biasanya ummu biasa meminum obat herbal, dengan segera Asma mencari obar herbal itu ditempat yang diberi tahukan ummu, namun sedihnya Asma saat melihat kotak persediaan obat, ternyata obat herbal yang biasa di minum ummu telah habis, dengan menyesal Asma memberi tahukan kepada ummu Anwar bahwa persediaan obatnya telah habis, lalu ummu membalasnya dengan senyum dan berkata pada Asma untuk tidak bersedih dan merasa bersalah, namun kemudian Asma bertanya kepada Ummu Anwar dimana biasanya ummu beli obat herbal itu, ummu berkata bahwa yang biasa membelinya adalah Anwar dan biasanya Anwar membelinya di toko obat herbal yang berada di jalan Margonda.


Antara bingung dan cemas meninggalkan ummu Anwar sendiri dirumahnya untuk membeli obat, membuat Asma berulang kali ia bertanya kepada ummu Anwar, ‘tak apakan ummu, Asma tinggal sebentar untuk beli obat ?’ dan berulang kali juga ummu Anwar menjawabnya dengan senyuman agar Asma tidak perlu merasa terlalu khawatir dengan kondisinya ‘iya nak Asma ummu tidak apa-apa’


Asma seperti itu, karena ia tak mau ummu merasa sakit yang terlalu sangat, semenjak kepergian ibu kandungnya, membuat Asma lebih menghormati seorang ibu dan membuatnya mengerti betapa berarti dan berharganya seorang ibu untuknya, terlebih yang sedang sakit sekarang adalah ummu Anwar, ibu dari orang yang ia kagumi.


“Assalamu’alaikum..”


Terdengar suara orang datang dan memberikan Salam.


“wa alaikimsalam..”


Ternyata yang dating adalah Azizah, Alhamdulillah kebetulan Azizah datang ucap Asma dalam hati, jadi ada yang bisa nungguin ummu selama aku beli obat, fikirnya.


“ehh,, ada Asma, kamu gak ngajar Asma, lho,,, ummu kenapa ?”


Ummu menarik tangan ku mengisyaratkan agar Asma tak mengatakan yang seungguhnya terjadi pada Azizah.


“ehh,, gak ummu gak kenapa-napa kok zah, Cuma lagi ingin istirahat aja katanya, ya sudah aku titip ummu ya, aku mau keluar sebentar.”


“ya sudah sana, lama juga ndak apa-apa, ummu biar aku yang temenin.”


“ya sudah, Assalamu’alaikum.”


“Wa alaikumsalam.”


Asma bergegas pergi menuju bilangan Margonda untuk mendapatkan obat herbal yang biasa diminum ummu Anwar untuk meringankan rasa sakitnya, namun setibanya Asma kembali dari membeli obat, ia begitu terkejut karena ternyata di rumah Anwar sudah ada banyak sekali orang yang datang, Asma berfikir dan dalam hatinya begitu cemas, ‘ada apa ini apa telah terjadi sesuatu yang lebih buruk sama ummu,’ fikirnya, ‘tidak aku mohon tidak ya Allah, semoga fikiran ku salah dan ummu baik-baik saja, karena aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika tejadi sesuatu yang buruk pada ummu karena aku meninggalknnya saat kondisinya tak baik,’ ucap dan doa Asma dalam hatinya.


Dengan penuh kekhawatiran dan kecemasan perlahan Asma melanjutkan langkah kakinya menuju ruang tengah rumah Anwar dan saat ia hendak tiba di kamar ummu Anwar, Asma terdiam dan ia melihat beberapa ikhwan dan akhwat berjilbab panjang ada disana, ‘teman-teman kerjanya mas Anwar sepertinya,’ gumamnya dalam hati, sesaat kemudian ia menatap ummu dan hatinya begitu merasa senang dan tenang ‘Alhamdulillah,,,’ hatinya mengucap syukur kepada Rabbnya ternyata ummu Anwar baik-baik saja, dan orang-orang ini sepertinya teman-teman Anwar yang sengaja datang untuk melihat kondisi ummu yang sedang sakit, ‘tapi,,,’ Asma termenung sejenak, ia berfikir dari mana Anwar bisa tahu kalau ummunya sakit, sementara ia tak memberi tahu Anwar tentang kondisi ummu kepada Anwar.


Lalu Asma teringat bahwa sebelum ia pergi Azizah datang, dan ia berfikir mungkin Azizah yang telah memberi kabar kepada Anwar tentang kondisi ummunya sehingga Anwar bersama teman-teman nya segera datang, Asma menatap ruangan kamar ummu Anwar dari kejauhan, ia tak berani mendekat karena takut merusak keadaan, lagipula apa yang akan ia lakukan dan katakan jika tiba-tiba ia muncul ditengah-tengah rekan kerja Anwar, memangnya siapa ia, fikirnya. Asma memperhatikan teman-teman satu persatu teman Anwar dari kejauhan, ada kurang lebih 4 ikhwan dan 3 akhwat yang datang, ‘subhanallah, mas Anwar kan orang yang luarbiasa, pasti teman-temannya juga orang-orang yang luar biasa,’ gumamnya sendiri.


Asma terus melihat keseliling kamar ummu dan ternyata Azizah pun masih ada disana, sesaat ia berfikir, jika saja ia seberani dan sepercaya diri se[erti Azizah pasti ia mampu berada diantara teman-teman Anwar, namun ia berfikir tentu saja Azizah tak bisa disamakan dengannya, Azizah adalah puteri dari keluarga terpandang dilingkungan ini dan keluarganya pun sudah sangat kenal dengan keluarga Anwar, sedangkan ia, ia hanya seorang yatim piatu yang kebetulan tinggal didaerah ini dan diangkat anak oleh seorang Ustadzah, tentu tak bisa disamakan dan dibandingkan fikirnya.


Kemudian saat ia melihat kearah Anwar, tiba-tiba hatinya terasa begitu perih, dan perutnya mual karena ia melihat ada sosok seorang akhwat yang begitu dekat dengan Anwar (masih ada jarak dan hijabnya tapi paling dekat diantara yang lain) dan akhwat itu sesekali tersenyum dan terlihat begitu akrab berbincang dengan ummu dan Anwar, ‘ya,, Allah ada apa ini kenapa tiba-tiba perasaan ku seperti ini,’ ucapnya. Akhirnya Asma memutuskan untuk pulang dan mengurungkan niatnya untuk memberikan obat herbal yang telah ia beli untuk ummu Anwar, ‘lebih baik nanti sore saja aku berikan obat ini ke ummu bersama umi Halimah sekalian menjenguk.’ Ucapnya.


*****


Setibanya dirumah, Ustadzah Halimah menyambutnya dengan penuh kehangatan dan senyuman, ustadzah Halimah bertanya kepada Asma mengenai kondisi ummu Anwar, dan ia berkata ummu Anwar sudah lebih baik dan sekarang sedang banyak tamu yang juga teman-teman nya Anwar sedang menjenguknya. Asma beruasaha untuk tetap tersenyum dihadapan ustadzah Halimah dan menyembunyikan kesedihan hati nya akan kejadian yang baru saja ia lihat, saat Anwar terlihat begitu akrab dan senang saat bercengkrama dengan seorang bidadari yang berada disebelahnya, meskipun saling menunduk tapi terlihat keakraban diantara mereka, dan itu membuat hati Asma terasa begitu sedih, ya bahkan sangat sedih, meski ia tak mengerti mengapa ia merasa seperti itu.


Dan hari itu tak seperti biasanya Asma menghabiskan sebagian sisa harinya berada dikamar mengurung diri bersama catatan hariannya dan menumpahkan segala kegelisahan perasaannya dan kesdihan hatinya di dalam buku itu.



Dear Diary,

Sungguh aku tak ngerti kenapa perasaan aku begitu sedih dan hati ku begitu perih saat aku melhat wanita cantik dan shalihah itu berada didekat mas Anwar dan melihat mereka begitu akrab. Ya Allah perasaan apakah yang sesungguhnya aku rasakan untuk mas Anwar ? jatuh cintakah aku padanya ? Ya Rabb, Engkau yang Maha memiliki rasa cinta, lindungilah aku dari segala perasaan cinta semu dan palsu yang hanya akan membuat ku lumpuh dan menjatuhkan ku, dan jika memang aku harus jatuh cinta, cintakan aku kepada seseorang yang mampu menambah cinta ku pada Mu, dan untuk perasaan ini, bantu aku untuk menjaganya ya Allah, agar jangan sampai melebihi rasa cintaku pada Mu serta bantu aku untuk tetap yakin dan pasrah akan segala keputusan Mu atas ku.


Depok,di hari yang mendung dan kelabu


Asma Nur Sya’Idah


*****


Sesaat kemudian alam bawah sadarnya membawa Asma pergi jauh dari kesedihannya, jauh dan begitu jauh dari segala fikiran dan semua hal mengenai Anwar dan perasaannya, perasaan kagum yang tak pernah ia sadari kini telah berubah menjadi sebuah perasaan lebih dari sekedar simpati, Asma tertidur setelah selesai menulis di buku hariannya, sampai akhirnya menjelang pukul 3 sore ustadzah Halimah masuk ke kamarnya dan membangunkannya.


“Asma anakku bangun nak, sudah mau Ashar.”


“Astaghfirullahal’adzim, jam berapa sekarang umi ?”


“hampir jam 3 Asma.”


“owh,, untunglah, Alhamdulillah, Asma kira sudah jam 5, Asma takut ketinggalan waktu Ashar.”


“ya sudah lebih baik sekarang kamu cuci muka biar lebih segar.”


Selepas waktu Ashar, Asma membantu ustadzah Halimah mempersiapkan makan malam untuk ia, Ustadzah dan suaminya, serta ustadzah berkata padanya mereka akan mengirimkan sedikit masakan untuk ummu Anwar, karena pastinya tak ada yang masak di rumahnya untuk hari ini. Ba’da Shalat Maghrib Asma dan Ustadzah Halimah bergegas menuju kediaman Anwar untuk melihat keadaan ummu Anwar, ada sedikit ke khawatiran di hati Asma saat perjalanan menuju kediaman Anwar, ia tak ingin bertemu dengan teman-teman kerja Anwar terlebih wanita yang terlihat begitu akrab dengan Anwar siang tadi, ataupun dengan Azizah, sepenjang perjalanan hatinya terus berkata, ‘ya Allah semoga mereka semua sudah tak ada di rumah mas.Anwar.’


Melihat sikap Asma yang terlihat agak aneh dan begitu gusar membuat ustadzah Halimah bingung dan menanyakan apa yang terjadi dengan Asma, namun ia hanya mengtakan bahwa kepalanya agak pusing sejak siang tadi, karenanya ia mengurung diri dikamar dan tertidur. Saat semakin mendekati rumah Anwar membuat Asma semakin gusar, perasaannya sangat gelisah ia sungguh-sungguh tak ingin bertemu dengan orang-orang yan tadi siang berada di rumah itu termasuk Aswar, ia khawatir tak sanggup membendung perasaannya jika harus bertemu Anwar saat ini.


Namun setibanya di rumah Anwar, Asma sedikit merasa lega, karena sepertinya rumah Anwar terlihat sepi dan hanya ada ummu dikamar, langsung saja, setelah mengucap salam dan dijawab oleh ummu dari dalam, ummu Anwar mempersilahkan Asma dan ustadzah Halimah untuk masuk menemuinya di dalam. Dengan penuh keceriaan Asma menanyakan kabar ummu dan memberikan bingkisan yang ia dan ustadzah Halimah bawa, bubur hangat beserta potongan daging ayam serta obat herbal yang tadi siang ia beli, Asma juga meminta maaf kepada ummu Anwar, karena baru bisa membawakan obat herbalnya sekarang, ia menjelaskan bahwa sebenarnya ia sudah tiba disini tadi siang, hanya saja Asma tak enak hati untuk masuk kedalam menemui ummu karena banyak teman Anwar yang datang.


“Dimakan ya ummu buburnya, sini biar Asma yang suapin ummu makan.”


“aduh, nak Asma jadi repot-repot nihh, terimakasih banyak ya nak untuk semuanya.”


“sama-sama ummu, ummu tidak usah merasa sungkan seperti itu, anggap saja saya seperti Yasmin yang sedang merawat ummu.”


“gimana mbakyu, bubur nya enak tidak ? itu buatan Asma lho.”


Tanya ustadzah Halimah kepada ummu Anwar mengenai bubur yang aku dan beliau bawa.


“enak kok mbakyu buburnya, wah, nak Asma pintar masak juga ya… beruntung banget lho, ikhwan yang bisa dapat nak Asma, sudah cantik, pintar bisa masak pula.”


“iihh,, ummu jangan bilang kayak gitu ahh,,, Asma kan jadi tak enak hati.”


“kenapa jadi gak enak, ummu bicara yang sejujur nya lho nak.”


“Asma memang orangnya seperti itu mbakyu, dia paling suka merenadah dan gak enakan sama orang.”


Asma begitu merasa senang malam itu, bisa berada diantara dua orang ibu yang berart untuknya, ustadzah Halimah yang telah menjadi ibu angkatnya dan ummu Anwar, ibu dari pria yang ia cintai, dan kedua ibu itupun sangat baik dan sayang padanya. Selepas adzan Isya Asma dan ustadzah Halimah pamit untuk pulang, karena ustadzah Halimah tidak ingin mereka berdua tidak berada di rumah saat suami ustadzah kembali dari Masjid ba’da shalat Isya. Dan Asma pun dengan senang hati mengiyakan dan setuju dengan keputusan ustadzah, terlebih saat ini ia memang sedang tidak ingin bertemu dengan Anwar.


*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar